Kesaksian Peserta Pembangkitan Energi Sejati, DEDI ( Sumatera Selatan ), No HP. 085378361163


TEMBUSPANDANG – Rasa penasaranku akan dunia ghaib, telah medorongku untuk mencari sebuah tempat atau Padepokan yang betul-betul bisa mengajarkan untuk membuka Indera Keenam yang ada dalam diriku.

Dan entah kebetulan atau tidak, ketika sedang asyik berselancar didunia maya, aku dapati sebuah situs yang mengajarkan tentang pembangkitan mata batin atau indera keenam, dan tanpa pikir panjang aku langsung saja mendaftar dan bergabung ikut pembangkitan secara Jarak Jauh.

Pertamakali dibangkitkan oleh Master Adi Putra, yang aku rasakan langsung ketika sedang Meditasi Dzikir adalah dalam pandangan mata batinku, aku melihat sebuah cahaya berwarna hijau yang terangnya berpendar-pendar.

Lalu selanjutnya yang aku rasakan adalah seperti melihat sebuah lorong cahaya yang sangat panjang sekali, namun pada saat itu aku tidak berani untuk masuk kedalamnya karena terus terang saja masih ada rasa takut dalam batinku.

Pengalaman lainya ketika latihan Meditasi Dzikir adalah, aku seperti ditemui oleh sosok Pahlawan yang berasal dari tanah Sumatera. Dan yang membuatku kaget adalah tiba-tiba muncul sosok Master Adi Putra yang sedang duduk bersila, seperti khusyuk bermeditasi.

Selanjutnya, ketika aku mempraktekan kamampuan Terawangan, ketika itu aku disuruh untuk melihat dengan Mata Batin, sebuah telapak tangan dari Master Adi Putra. Ketika aku niatkan, yang aku lihat dari telapak tangan beliau keluar kabut asap berwarna hijau.

Kemudian aku mencoba untuk menerawang sebuah tempat sekolah tempatku mengajar, ketika aku niatkan melihat dengan Mata Batin sebuah ruangan kelas, diruangan tersebut nampak ada sosok yang sedang berdiri.

Dilanjutkan ketempat lainya, aku menerawang sebuah Pohon besar yang dikenal cukup angker. Ketika aku lihat dengan kekuatan daya batin, dipohon besar tersebut nampak dengan jelas ada sosok wanita berambut panjang.

Ketika aku perhatikan dengan seksama, ternyata wajah dari sosok wanita tersebut sungguh lumayan teramat cantik. Kecantikanya mengalahkan para bintang sinetron yang ada di Indonesia, namun anehnya ketika aku ajak berkomunikasi, sosok tersebut malah kabur pergi.

Kemudian pengalaman lainya adalah aku mencoba untuk menerawang sosok Khodam Pendamping dari salah seorang temanku. Ketika aku niatkan melihat khodamnya, tiba-tiba wajah dari temanku itu berubah menjadi Harimau tapi tubuhnya tetap dalam bnetuk manusia.

Subhanallah...itulah barangkali sekelumit tentang pengalaman serta kesaksian diriku setelah mengikuti program Pembangkitan Energi Sejati di Komunitas Tembus Pandang. Semoga keilmuan yang aku pelajari ini bisa bermanfaat dunia akherat.

Bagi anda yang tertarik untuk membangkitkan Potensi Diri serta Indera Keenam yang ada dalam tubuh sendiri, silahkan Klik PENDAFTARAN

Kisah Syekh Magelung Sakti dan Nyi Mas Gandasari

Syekh Magelung sakti dalam cerita dan tradisi Cirebon disebutkan sebagai seorang laki-laki Mesir yang gondrong sejak lahir, sumber lain ada yang menyatakan dari negri Syam. Beliau dikisahkan berkelana dari satu tempat ke tempat yang lain demi untuk mencari seseorang yang mampu memotong rambut gondrongnya, ia sendiri dan bahkan guru-gurunya tidak mampu memotong rambut panjangnya.

Kasus Syekh Magelung sakti ini mirip dengan kasus bocah gimbal di lereng gunung Dieng, dimana rambut bocah gimbal tersebut tidak boleh sembarangan memotongnya, sebab jika dipotong dengan tanpa perhitungan yang matang bisa menyebabkan sakit atau bahkan bisa menyebaban kegimbalan rambut bocah yang bersangkutan semakin menjadi-jadi.

Tidak ada kejelasan mengenai siapa nama asli dari Syekh Magelung Sakti, nama Syekh Magelung sakti sendiri sebenarnya merupakan julukan yang mempunyai maksud adalah seorang Syekh (kiai) yang memiliki rambut panjang yang digelung. Dan karena rambut panjangnya tersebut kebal atau tidak mempan dicukur maka untuk kemudian dikatakan sakti.

Kelainan yang di alami oleh Syekh Magelung Sakti ini pada nyatanya membuat beliau tak nyaman, dari rasa ketidak nyamananya itu beliau kemudian meninggalkan negeri Mesir untuk berkelana mencari seseorang yang sanggup memotong rambutnya. Namun, setiap negeri yang ia datangi belum ada satu orangpun yang sanggup dan bisa memotong rambut panjangnya.

Kisah pengembaraan Syekh Magelung Sakti ini kemudian terhenti di daerah yang bernama Cirebon, sebab ketika beliau menginjakan kaki di Cirebon ternyata Sunan Gunung Jati mampu memotong rambut Gondrongnya, beliaupun kemudian berguru kepada Sunan Gunung Jati.

Setelah menjadi murid Sunan Gunung Jati, Syekh Magelung Sakti dikisahkan banyak membantu kemajuan Kesultanan Cirebon. beliau kemudian diangkat oleh Sultan Cirebon menjadi penguasa di Desa Karang Kendal sebagai hadiah dari jasa-jasanya, dan setelah menjabat sebagai penguasa Karang Kendal, beliau juga kemudian dikenal dengan nama Pangeran Karang Kendal.

Ada kisah menarik seputar kedatangan Syekh Magelung Sakti. Beliau mendarat di Cirebon, ketika Nyimas Ganda Sari sedang melakukan Sayambara untuk mencari Suami.
Nyimas Gandasari dalam sejarah Cirebon dikenal sebagai murid sunan Gunung Jati yang rupawan, selain rupawan beliau juga dikisahkan mewarisi Ilmu Agama dan kedigjayaan dari gurunya, akan tetapi beliau selama hidupnya memilih menjadi prawan sunti, pernah memang suatu ketika Nyimas Gandasari mengadakan sayambara dalam bentuk duel adu kesaktian untuk mencarai Suami, tapi tak ada satupun yang mampu menandinginya.

Dalam Sayambara itu Nyimas Gandasari menantang para pembesar di wilayah Kesultanan Cirebon untuk bertarung dengannya. Bagi yang mampu mengalahkannya maka imbalannya dijadikan suaminya.

Dalam Sayambara ini dikisahkan tidak ada satupun para pembesar Cirebon yang mampu mengalahkannya. Syekh Magelung sakti yang pada waktu itu kebetulan sedang menyaksikan Sayambara itu kemudian beliau ikut terjun kemedan laga, beliaupun dikisahkan mampu mengalahkan Nyimas Gandasari.

Kesaktian Nyimas Gandasari sebenarnya bukan tanpa tanding, terbukti dari dikalahkannya Nyimas Gandasari oleh seorang pemuda Gondrong dari Mesir, namun pemuda gondrong tersebut rupanya bukan tipe pria idamannya.

Karena merasa Syekh Magelung Sakti sebagai tamu yang tak diundang, Nyimas Gandasari menolak untuk dinikahi Syekh Magelung Sakti, meskipun ia mampu mengalahkannya.

Dalam masa-masa kisruh inilah kemudian Sunan Gunung Jati yang tak lain merupakan Guru dari Nyimas Gandasari datang untuk menengah-nengahi.

Menurut legenda yang berkembang, Ganda Sari itu sebenarnya bukan nama sebenarnya namun merupakan julukan, karena memang beliau ini dikisahkan sebagai seorang wanita yang bersih, dan suka sekali menggunakan wawangian, sehingga harum tubuhnya itu semerbak berlipat-lipat, sebab memang dalam Bahasa Cirebon kata Ganda bermasud berlipat, sementara Sari bermaksud mewangi.

Selain dikenal dengan nama Gandasari, beliau juga dikenal dengan nama Nyimas Panguragan, Panguragan sendiri merupakan nama Desa/padukuhan dimana beliau tinggal. Panguran juga merupakan wilayah kekuasaannya yang dihadiahkan oleh Sultan Cirebon atas jasa-jasanya. Sementara dalam sejarah Indramayu Nyimas gandasari dipercayai juga sebagai Nyi Endang Darma, Salah satu pendiri Indramayu.

Nyimas Gandasari selama hidupnya pernah menjadi Panglima Perang Kerajaan Cirebon, ia merupakan satu-satunya panglima perang wanita dalam sejarah berdirinya Kerajaan Cirebon, jasanya yang paling menonjol bagi kedigjayaan Cirebon adalah keberhasilanya membobol benteng pertahanan Kerajaan Sunda Galuh. Sehingga berkat jasanya itu Cirebon kemudian dapat menaklukan Galuh.

Kuat dugaan, Nyimas Gandari dihadiahi wilayah kekuasaan yang sekarang dikenal dengan nama desa Panguragan itu setelah keberhasilannya dalam perang menaklukan kerajaan Galuh.

Nyimas Gandasari juga dikisahkan tidak memiliki suami, oleh karena itu hingga sekarang beliau tidak mempunyai keturunan atau pewaris. Begitulah memang pilihan hidup Nyimas Gandasari lebih nyaman menjadi seorang Prawan Sunti, meski beliau dianugerahi wajah nan rupawan.

Sampai saat ini, makam atau kuburan Nyimas Gandasari dapat ditemui di desa Panguragan Kabupaten Cirebon. Makamnya selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah di wilayah Cirebon.

Dari pertemuan pertama antara Syeh Magelung Sakti dan Sunan Gunung Jati inilah kemudian peristiwa pemotongan rambut Syekh Magelung sakti itu dilakukan. Syeh Magelung kagum akan kesaktian Sunan Gunung Jati dan akhirnya memohon untuk diterima menjadi muridnya.

Syekh Magelung Sakti dalam sejarah Cirebon dikenal sebagai salah satu Panglima Perang Kesultanan Cirebon awal, ada berbagai versi mengenai asal-usul tokoh ini, ada yang menyatakan dari negeri Syam, ada juga yang menyatakannya berasal dari negeri Mesir.

Selepas Syekh Magelung berjasa ikut membantu menyebarkan Islam di tanah Pasundan dan juga ikut dalam berbagai pertempuran menghadapi kerajaan Pajajaran, Syekh Magelung sakti dianugerai wilayah kekuasaan di Desa Karangkendal, oleh karena itu selain dikenal dengan nama Syekh Magelung Sakti, tokoh ini juga dikenal dengan nama Pangeran Karangkendal.

Selepas beberapa lama memerintah Karangkendal dan memasuki usia senja, Syekh magelung Sakti dikabarkan wafat. Dalam naskah Mertasinga, kewafatan Syekh Magelung Sakti didahului oleh kisah absenya Syekh Magelung sakti dari pertemuan-pertemuan yang dilangsungkan di Gunung Jati.

Syekh Magelung sakti dikisahkan dalam beberapa kali tidak mengikuti rapat-rapat pemerintahan yang dilaksanakan di Gunung Jati, oleh karena itu Sunan Gunung Jati merasa kehilangan. Sunan Gunung Jati kemudian menanyakan kabar Syekh Magelung kepada para pejabat pemerintahan lain, namun tak ada seorangpun yang mengetahuinya.

Mendapati keadaan itu, akhirnya Sunan Gunung Jati mengutus para pejabat pemerintahan untuk mencari kabar tentang keberadaan Syekh Magelung, setelah dilakukan penyelidikan, akhirnya salah seorang pejabat yang diperintah itu melaporkan bahwa “ Di daerah Karang Kendal Telah Memancar Sinar, dibawahnya terhampar tikar, akan tetapi di atas tikar tersebut tidak ada orang yang mendudukinya, melainkan dihinggapi sekelompok burung alap-alap”.

Kabar tersebut bermakna, Syekh Magelung sakti dalam keadaan sakit dan kemudian meninggal, mendengar kabar itu Sunan Gunung Jati kemudian memerintahkan para pejabat pemerintahannya untuk mengurus jasad Syekh Magelung Sakti dengan upacara kebesaran Kerajaan sebagaimana umumnya pada waktu itu.

Syekh Magelung Sakti wafat di Karang Kendal dan dimakamkan disana, makamnya hingga kini dapat dijumpai di Karang Kendal, Sebuah desa yang kini masuk pada wilayah Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon.

Kini makam Syekh Magelung Sakti sampai sekarang masih dapat dilihat, komplek pemakamannya dikelilingi oleh tembok merah yang merupakan bangunan khas pemakaman tokoh-tokoh Kesultanan Cirebon.

Pangeran Cakrabuana dan Raden Kian Santang

Sejarah Cirebon nyaris tak menyinggung dan mengisahkan Kian Santang. Meski dua tokoh utama dalam sejarah berdirinya kesultanan Cirebon adalah Anak anak Prabu Siliwangi dari Subang Larang. Mereka adalah Pangeran Cakrabuana dan Putri Rara Santang. Bisa jadi hal ini yang kemudian memunculkan dugaan atau teori yang menganggap bahwa Kian Santang sesungguhnya adalah Pangeran Cakrabuana sendiri.

Ayah dan Bunda biasanya hanya akan mengizinkan anak anaknya meninggalkan rumah untuk melanjutkan pembelajaran setelah mencapai usia dewasa. Perjalanan Pangeran Cakrabuana sampai ahirnya tinggal bersama kakeknya di Cirebon pun pada awalnya dijalani sendirian sampai kemudian adik perempuannya, Rara Santang menyusulnya. Cukup masuk akal bila saat itu Kian Santang yang masih belum mencapai usia dewasa tidak pergi bersama dua kakaknya, tapi masih tinggal di keraton Pajajaran bersama orang tuanya.

Ada pendapat yang menyatakan bahwa Raden Kian Santang adalah Pangeran Cakrabuana. Bilalah demikian adanya maka yang memulai berdirinya kesultanan Cirebon adalah Kian Santang, termasuk yang mendirikan kraton Pakungwati, lalu menikahkan putrinya dengan Syarif Hidatullah. Dan tentu saja berarti Kian Santang adalah juga mertua Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati ?.

Pernyataan itu sama sekali bertolak belakang dengan sejarah kesultanan cirebon. Cikal bakal kesultanan Cirebon dimulai oleh Pangeran Cakrabuana yang ditunjuk oleh ayahnya sendiri (Prabu Siliwangi) untuk menjadi penguasa disana sebagai bagian dari Pajajaran. Bermodalkan harta dari Kakeknya dari pihak Ibu beliau membangun kraton Pakungwati yang namanya diambil dari nama putrinya.

Pangeran Cakrabuana ke tanah arab bersama adik perempuannya (Rara Santang) tinggal di kediaman kerabat dari kakek-nya. Melaksanakan ibadah haji dan menetap cukup lama disana untuk belajar Islam, baru kemudian pulang ke tanah Jawa tanpa ditemani oleh Rara Santang yang sudah menikah di tanah Arab.

Intinya adalah bahwa Pangeran Cakrabuana berangkat ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji, menyempurnakan rukun Islam yang ke lima, maknanya beliau sudah muslim sebelum berangkat ke Arab. Beliau sudah “nyantri” di Cirebon memahami ajaran Islam cukup lama sebelum kemudian berangkat ke tanah suci. Tentang sejarah Islam di Cirebon Anda bisa menelusuri lebih jauh tentang Syech Datuk Kahfi atau varian nama lainnya.

Bandingkan dengan sejarah Kian Santang yang mainstream menyebutkan bahwa beliau berangkat ke tanah Arab untuk menemukan lawan tanding yang mampu mengalahkannya, yakni orang yang bernama “Sayyidina Ali”. Sampai kemudian memeluk agama Islam, maknanya bahwa, berdasarkan kisah tutur tersebut, Kian Santang berangkat ke tanah Arab sebelum menjadi muslim. Disebutkan bahwa, beliau justru mulai memeluk Islam di tanah Arab setelah kalah telak kesaktiannya dengan orang yang dikenal dengan nama “Sayyidina Ali”.

Kian Santang kembali ke tanah air berusaha meng-Islamkan ayahandanya namun gagal dan kembali lagi ke tanah suci untuk belajar dalam kurun waktu yang cukup lama. Setelah cukup menimba ilmu di tanah suci beliau kembali ke Pajajaran, melanjutkan upaya meng-islamkan ayahandanya.

Sedangkan Pangeran Cakrabuana kembali ke tanah Jawa dari tanah arab, melanjutkan pengembangan dakwah, membuka wilayah baru, membangun keraton, menjalankan roda pemerintahan di wilayah yang kini disebut Cirebon, sebagai bagian dari kerajaan Pajajaran. Cirebon merupakan salah satu gerbang laut utama bagi Kerajaan Pajajaran selain Banten dan Sunda Kelapa. Dari alur cerita tutur yang beredar pun sangat jelas bahwa Kian Santang dan Pangeran Cakrabuana adalah dua sosok yang berbeda.

Teori atau pendapat lain bahkan menyebutkan bahwa sesungguhnya sosok Kian Santang itu tidak pernah ada. Kisah Kian Santang sendiri adalah sebuah kisah karangan yang dituturkan oleh Pangeran Cakrabuana dalam dakwahnya dengan metoda berdakwah melalui cerita atau mendongeng. Bahwa kisah Kian Santang yang dituturkan itu diambil dari salah satu buku yang tersimpan di perpustakaan kerajaan Pajajaran. Pangeran Cakrabuana memetik kisah itu menjadi bahan dakwahnya karena memiliki alur cerita yang mirip dengan perjalanan hidupnya sendiri.

Konon, buku tersebut mengisahkan tentang Pangeran Gagak Lumayung putra mahkota kerajaan Tarumanegara, anak dari Prabu Purnawarman, di sekitar tahun 450 masehi. Nama Ki An San Tang (Sang Penakluk Bangsa Tan) merupakan gelar kehormatan bagi Gagak Lumayung yang berhasil mengalahkan pasukan bangsa Tan yang kala itu menyerbu ke Taruma Negara. Dan menurut pendapat ini, sosok Kian Santang yang selama ini kisahnya dituturkan adalah sosok pangeran Gagak Lumayung tersebut. Pendapat ini agak sulit untuk diterima karena Pangeran Gagak Lumayung yang dimaksud justru hidup di masa sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW, Sehingga dengan sendirinya pendapat yang menyatakan bahwa Kian Santang Adalah cerita dongeng yang dituturkan oleh Pengeran Cakrabuana dari Kisah perjalanan Ki An San Tan alias Gagak Lumayung dari era Tarumanegara, gugur dengan sendirinya.

Kian Santang Bertarung dengan Ayahnya Sendiri?

“Adu kesaktian” dengan berbagai alur cerita antara Kian Santang melawan ayahnya sendiri (Prabu Siliwangi) sangat melekat dengan sosok Kian Santang, dan akhir dari ‘pertarungan’ itu adalah di sebuah gua di Leuweung (Hutan) Sancang (di Pameungpeuk, Kabupaten Garut). Ada banyak versi tentang ahir dari bagian ini, namun memiliki garis merah yang sama yakni; Prabu Siliwangi “Moksa” di Leuweung Sancang.

Bila saja kisah tersebut benar adanya, Itu bermakna Prabu Siliwangi moksa dua kali. Karena kemudian ada kisah tutur yang menyebutkan bahwa moksanya Prabu Siliwangi karena ke-engganannya mengikuti ajakan Syarif Hidayatullah untuk (Kembali) ber-Islam. Antara usia Kian Santang dan Syarif Hidayatullah (antara paman dan keponakan) terpaut dua puluhan tahunan, atau dalam bahasa sederhananya pada saat Syarif Hidayatullah baru lahir di tanah arab, Kian Santang sudah sakti di tanah Jawa.

Bila Prabu Siliwangi sudah di “moksa’ kan oleh Kian Santang di Leweung Sancang dan sudah tidak lagi hidup di alam dunia ini dan juga sudah tidak lagi menjadi Raja Pajajaran, bukankah mustahil sosok yang sama kemudian berhadapan dengan Syarif Hidayatullah lalu “moksa” demi menghindari pertarungan dengan cucunya sendiri.

Dalam "Wangsit Uga Siliwangi" dikatakan bahwa keturunnya akan menjadi pengingat mengingatkan saudara kalian dan orang lain, Ke saudara sedaerah, ke saudara yang datang sependirian dan semua yang baik hatinya :

"Dia nu di beulah kulon! Papay ku dia lacak Ki Santang! Sabab engkéna, turunan dia jadi panggeuing ka dulur jeung ka batur. Ka batur urut salembur, ka dulur anu nyorang saayunan ka sakabéh nu rancagé di haténa. Engké jaga, mun tengah peuting, ti gunung Halimun kadéngé sora tutunggulan, tah éta tandana; saturunan dia disambat ku nu dék kawin di Lebak Cawéné. Ulah sina talangké, sabab talaga bakal bedah! Jig geura narindak! Tapi ulah ngalieuk ka tukang !"

artinya:

"Kalian yang di sebelah barat!".."Carilah oleh kalian Ki Santang !" "Sebab.."

"Nanti, keturunan kalian yang akan mengingatkan saudara kalian dan orang lain. Ke saudara sedaerah, ke saudara yang datang sependirian dan semua yang baik hatinya. Suatu saat nanti, apabila tengah malam, dari gunung Halimun terdengar suara minta tolong, nah itu adalah tandanya. Semua keturunan kalian dipanggil oleh yang mau menikah di Lebak Cawéné. Jangan sampai berlebihan, sebab nanti telaga akan banjir! Silahkan pergi!

"Ingat! Jangan menoleh kebelakang!"

Dalam artikel sebelumnya tentang Prabu Siliwangi, telah dijabarkan bahwa Prabu Siliwangi wafat secara wajar dan kemudian tahta Pajajaran diteruskan oleh Putra Mahkota, Prabu Surawisesa. Beliau yang kemudian menulis sebuah prasasti di tahun ke 12 sejak kematian ayahandanya. Prasati yang dikemudian hari dikenal sebagai Prasasti Batu Tulis. Pembuatan prasasti tersebut dilakukan di masa damai setelah ditandatanganinya perjanjian tapal batas dengan Kesultanan Cirebon, saat itu Pajajaran juga sudah kehilangan wilayah Banten dan Sunda Kelapa yang dikuasai Kesultanan Cirebon.

Maknanya bahwa, Baik Kian Santang maupun keponakannya (Syarif Hidayatullah), tidak pernah bertarung atau adu kesaktian dengan Prabu Siliwangi dalam upaya meng-islam-kan ataupun dalam upaya mengajak Prabu Siliwangi untuk kembali ke jalan Islam, dan berujung kepada moksa nya Sang Prabu dari alam dunia.

Menilik tiga pernikahan Prabu Siliwangi, kita akan mendapati kenyataan bahwa dua dari pernikahan beliau memiliki nuansa politik yang kental. Pernikahannya dengan Kentring Manik Mayang Sunda memberikan beliau legalitas sebagai pewaris kerajaan Sunda dari Prabu Susuktunggal. Kemudian pernikahannya dengan Ambet Kasih yang tak lain adalah putri dari Ki Gede Sindangkasih penguasa Sindangkasih (Majalengka), daerah yang “tak jauh dari” atau malah merupakan “ibukota” kerajaan Galuh yang membuka ruang baginya untuk memuluskan kekuasaan dari ayahandanya, Prabu Dewa Niskala.

Sedangkan perjumpaan beliau dengan Subang Larang, merupakan perjumpaan tanpa sengaja di ‘pesantren’ Syech Quro, yang justru terjadi dalam tugas beliau untuk membumihanguskan pondok Quro, tapi malah jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Subang Larang. Kekuatan apa yang mampu membuat pewaris tahta dua kerajaan sekaligus, mampu mengubah haluan hidupnya, selain kekuatan cinta.

Cinta nya kepada Subang Larang yang kemudian membawa beliau kepada Islam, demi memenuhi syarat yang diajukan oleh Subang Larang untuk menerima pinangan Prabu Siliwangi. Berislamnya Sang Prabu tidak diikuti dengan berislamnya Pajajaran secara keseluruhan kala itu, mengingat bahwa pernikahan terjadi pada saat Sang Prabu masih berstatus sebagai “putra mahkota”, dan kemungkinan akan menyulitkkan posisinya untuk menyatukan kembali dua kerajaan yang terpisah apabila terang terangan menyatakan keyakinannya yang sudah berbeda dengan khalayak ramai kala itu termasuk berbeda dengan anggota keluarga keraton Pajajaran lainnya.

Dari fakta sejarah tidak pernah ada serbuan dari pusat kerajaan Pajajaran ke daerah Cirebon meskipun saat itu Islam sudah berkembang pesat di masa Pangeran Cakrabuana berkuasa disana sebagai bawahan Pajajaran, bukahkah Prabu Siliwangi sendiri yang datang ke Cirebon dan mengesahkan Pangeran Cakrabuana, putra tertuanya dari Subang Larang sebagai penguasa Cirebon sebagai kerajaan bawahan Pajajaran. Sangat nyata bahwa beliau melakukan pembiaran bagi berkembangnya Islam di kerajaannya sendiri.

Suasana berubah drastis ketika Subang Larang wafat, Sang Prabu tenggelam dalam duka mendalam dan berkepanjangan, membuat beliau kehilangan sosok yang senantiasa mengingatkan beliau pada nilai nilai Islam, sedangkan dua anaknya (Cakrabuana dan Rara Santang) sudah tidak tinggal di Kraton Pajajaran. Hanya putra ke tiganya dari Subang Larang yakni Kian Santang yang masih tinggal di kraton Pajajaran. Maka wajar bila kemudian berkembang kisah tutur tentang pertarungan antara Kian Santang dengan ayahnya dalam upaya mengislamkan (kembali) sang Ayah. Yang paling mungkin terjadi adalah, Kian Santang memang berusaha ‘menasihati’ ayahandanya untuk tidak berlarut larut dalam kesedihan dan kembali pada ajaran Islam yang sebenarnya. Namun tentu saja tanpa sebuah pertarungan adu kesaktian dua pendekar pilih tanding sebagaimana yang sering disampaikan secara tutur tinular.

Pangeran Cakrabuana yang mempunyai nama asli Pangeran Walang Sungsang selama hidupnya memiliki dua orang istri. Dari kedua Istrinya itu kemudian beliau memperoleh keturunan sepuluh anak, yaitu delapan orang anak perempuan dan dua orang anak laki-laki. Adapun nama-nama putra putrinya adalah sebagai berikut:

1. Perkawinan Dengan Nyi Rasa Jati.
Nyi Rasa Jati merupakan puteri dari Syekh Jatiswara, beliau dikisahkan berasal dari Cempa sebab itulah orang Cirebon menyebutnya Syekh Jatiswara Cempa.
Dari perkawinan dengan Nyi Rasa Jati atau Nyi Gedeng Jati ini beliau dikaruniai tujuh anak, kesemuanya wanita. Adapun nama-namanya adalah sebagai berikut:

~ Nyi Lara Konda, di Alas Konde Gunung Jati
~ Nyi Lara Sejati, di Gunung Jati
~ Nyi Jati Merta, di Desa Jati Merta
~ Nyi Jemaras, di Desa Jemaras
~ Nyi Mertasinga, di Desa Mertasinga
~ Nyi Cempa, di Desa Dukuh, Karang Kendal
~ Nyi Rasamalasih, di Blok Sembung Astana Gunung Jati

2. Perkawinan Dengan Nyimas Kencana Larang.
Nyimas Kencana Larang atau yang mempunyai nama lain Nyi Mangunsari Ing Kamangunan adalah anak dari Kuwu Cirebon pertama, yaitu Ki Gede Alang-Alang, atau Bramacari Srimaana, seorang Syahbandar Pelabuhan Muara Jati.

Hasil perkawinan dengan Nyimas Kencana Larang ini, Pangeran Cakrabuana memperoleh satu puteri dan dua putera, yaitu :
(1) Nyi Dalem Pakungwati.
(2) Pangeran Kejaksan/Pangeran Pajebugan dikenal juga dengan nama Arya Mengger.
(3) Pangeran Pajarakan.

Sementara kisah beralih ke Raden Kian Santang saat Pergi Meninggalkan Tahta

Prasasti Banten mengindikasikan bahwa Prabu Siliwangi wafat dan dimakamkan di Rancamaya, bukan moksa di suatu tempat. Bila beliau moksa tentunya tidak akan ada prosesi pemakaman dan dua belas tahun kemudian makamnya di bongkar oleh Prabu Surawisesa untuk diperabukan bersamaan dengan pembuatan prasasti yang kini dikenal dengan prasasti Batu Tulis.

Kehilangan Ibunda sekaligus kehilangan ayahanda tercinta dan bukan pula sebagai pewaris utama tahta kerajaan tentunya cukup alasan bagi Kian Santang untuk hijrah kemanapun yang beliau inginkan. Sedangkan untuk berdakwah dilingkungan keraton yang masih kental dengan ajaran sebelumnya, termasuk juga masih dianut oleh Penerus Raja yang tak lain adalah Kakaknya sendiri meski berbeda ibu, hanya akan menimbulkan pertentangan dan pertikaian yang tidak semestinya terjadi.

Dapat difahami bila kemudian Kian Santang memilih untuk berdakwah di pedalaman Pajajaran, tidak pula di wilayah Cirebon yang sudah ditangani oleh kakaknya dan dikemudian hari dilanjutkan oleh Syarif Hidayatullah yang tak lain adalah keponakannya sendiri. Dan sebagai putra raja wajar pula bila beliau melakukan perjalanan ditemani oleh pengawal dan orang orang kepercayaan dengan bekal yang cukup pula untuk memulai sebuah kehidupan baru. Seberapapun perbedaan pandangan hidup antara Kian Santang dengan Surawisesa namun bagaimanapun mereka adalah saudara seayah. Surawisesa selaku penerus tahta tidak mungkin membiarkan adiknya pergi begitu saja meninggalkan istana tanpa bekal apapun.

Pada usia 22 tahun Prabu Kiansantang diangkat menjadi Dalem Bogor ke 2 yang saat itu bertepatan dengan upacara penyerahan tongkat pusaka kerajaan dan penobatan Prabu Munding Kawati, putra Sulung Prabu Susuk Tunggal, menjadi panglima besar Pajajaran. Guna mengenang peristiwa sakral penobatan dan penyerahan tongkat pusaka Pajajaran tersebut, maka ditulislah oleh Prabu Susuk Tunggal pada sebuah batu, yang dikenal sampai sekarang dengan nama Batu Tulis Bogor.

Peristiwa itu merupakan kejadian paling istimewa di lingkungan Keraton Pajajaran dan dapat diketahui oleh kita semua sebagai pewaris sejarah bangsa khususnya di Pasundan. Prabu Kiansantang merupakan sinatria yang gagah perkasa, tak ada yang bisa mengalahkan kegagahannya. Sejak kecil sampai dewasa yaitu usia 33 tahun, Prabu Kiansantang belum tahu darahnya sendiri dalam arti belum ada yang menandingi kegagahannya dan kesaktiannya di sejagat pulau Jawa.

Dikemudian hari beliau dikenal dengan nama
Prabu Kiansantang atau Raden Sangara atau Syeh Sunan Rohmat Suci.
Sunan Rohmat Suci diyakini wafat dan dikebumikan di tempat terakhir beliau berdakwah, yaitu di suatu tempat di daerah Garut yang kini dikenal dengan nama Makam Godog di Desa Lebak Agung, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat.
Tidak hanya beliau yang bermakam disana tapi juga beberapa pengikut dan pengiring atau pengawal beliau. Komplek pemakaman yang ramai dikunjungi para peziarah dari berbagai penjuru tanah air.

Wallahu'alambhisshowab...


Kesaksian Peserta Pembangkitan Energi Sejati, KHOLIL ( Indramayu – Jawa Barat ), No HP. 08131306445X


TEMBUSPANDANG – Sebetulnya sudah cukup lama juga aku mengamati dan membaca-baca situs dari Komunitas Tembus Pandang melalui internet. Cuma ketika itu aku mencari waktu yang senggang untuk bisa bersilaturahmi ke Basecamp KTP.

Dan pada akhirnya sekitar bulan Juli 2019 kemarin, akhirnya aku bisa sowan bersilaturahmi untuk menemui Master Adi Putra guna untuk mengikuti Pelatihan Ilmu Tembus Pandang atau Pembangkitan Energi Sejati.

Singkat cerita, setelah dilakukan proses Pembangkitan oleh Master Pembimbing Adi Putra, waktu itu juga aku diwedar dan dibimbing untuk melakukan Latihan Meditasi Dzikir didalam Basecamp Komunitas Tembus Pandang.

Pada saat aku melakukan kontemplasi ketenangan ini, dalam keadaan posisi Meditasi Dzikir, tiba-tiba dalam pandangan Mata Batin, aku seperti melihat sebuah lorong cahaya berwarna putih terang dan agak kekuningan.

Lalu selanjutnya aku seperti dibawa kepada sebuah tempat berupa kuburan atau pemakaman umum, dimana terlihat dengan jelas dalam mata batin, deretang batu nisa dari kuburan yang terlihat sudah tua.

Saat praktek Ilmu terawangan, oleh Master Adi Putra aku disuruh untuk mendeteksi sebuah tempat yang dikenal angker dikalangan masyarakat.  Lalu tanpa pikir panjang aku deteksi sebuah Pemakam yang berada di Desaku sendiri.

Ketika aku Terawang tempat tersebut, tiba-tiba aku melihat tepat ditengah-tengah Pemakaman muncul sosok siluman ular Naga yang tubuhnya berwarna hitam dan dari rambutnya keluar apai yang menyala-nyala, persis seperti dalam film.

Kemudian selanjutnya aku mencoba terawang lagi Rumahku sendiri, ketika aku Terawang, betapa kagetnya aku karena dirumahku tersebut ada sosok wanita berambut panjang namun tubuhnya seperti tengkorak, hanya ada tulangnya saja.

Ketika aku ajak melakukan Komunikasi Batin, ternyata sosok makhluk ghaib tersebut mengaku berasal dari tempat yang tidak jauh dari rumahku namun bukan makhluk kiriman orang lain. Dan pesanku kepada makhluk tersebut agar tidak mengganggu diriku dan keluargaku.

Itulah barangkali sekelumit pengalaman serta kesaksian diriku setelah ikut Pelatihan Pembangkitan Energi Sejati di Komunitas Tembus Pandang. Semoga keilmuan yang telah aku dapatkan di KTP ini bisa bermanfaat untuk kemaslahatan umat.

Bagi anda yang tertarik untuk menyelami dunia Keghaiban Alam Astral, silahkan bisa mengikuti Pelatihan Pembangkitan Energi Sejati, dengan cara Klik DISINI

Kesaksian Peserta Pembangkitan Energi Sejati, WAHYUDIN ( Serang – Banten ), No HP. 085926999778


TEMBUSPANDANG – Dari semenjak aku kecil, aku mempunyai keinginan yang sangat besar untuk mempelajari ilmu spiritual dengan harapan bisa dugunakan untuk membantu keluarga sendiri atau orang lain yang membutuhkan.

Dan secara kebetulan, ketika sedang berselancar didunia maya aku dapati sebuah situs dari Komunitas Tembus Pandang yang setelah aku baca-baca didalamnya, situs tersebut dikelola oleh seorang Master yang bernama Adi Putra.

Tanpa pikir panjang aku segaera kontak no hp yang ada disitus, dan melalui hp tersebut aku mendaptkan banyak penjelasan dari Master Adi Putra mengenai proses Pelatihan atau Pembangkitan Energi Sejati.

Pada awalnya aku berniat untuk mendatangi langsung Basecamp Komunitas Tembus Pandang yang beralamat di Musolah Darussalim Desa Kertanegara Blok 17 Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu, namun karena jarak yang begitu jauh akhirnya aku putuskan ikut metode Jarak Jauh.

Singkat cerita, pada saat proses Pembangkitan Jarak Jauh yang dilakukan oleh Master Adi Putra, aku merasakan dipunggung terasa hangat dan seperti ada yang merambat berjalan, sampai-sampai-sampai tubuhku keluar keringat bercucuran.

Dan yang paling tidak aku mengerti, aku seperti berjalan berkeliling dari tempat yang satu ketempat yang lainya. Kadang aku menjumpai suatu tempat yang aku kenali dan terkadang juga aku menjumpai sebuah tempat yang sama sekali tidak aku kenal.

Pada saat aku sedang melakukan Meditasi tersebut, yang aku lihat aku seperti melihat sebuah hutan yang sangat lebat sekali. Kemudian aku juga seperti berkeliling mengitari sebuah Kota yang sangat tua sekali peradabanya, lalu aku juga menjumpai bangunan seperti bangunan candi.

Pengalaman lainya pada saat Meditasi Dzikir adalah aku seperti melihat sebuah jalan yang sangat panjang disebuah bukit pegunungan, jalan tersebut seperti naik turun dan berkelok-kelok dan ketika aku ikuti seperti tidak berujung.

Setelah itu, masih dalam keadaan Meditasi Dzikir aku berjumpa dengan sosok makhluk tinggi besar dan berambut panjang dan ketika aku perhatikan pakaianya berwarna hitam, namun ketika aku perhatikan wajahnya tidak begitu jelas.

Dan yang paling membuatku takjub adalah, ketika sedang Meditasi Dzikir didalam kamar yang gelap, tiba-tiba aku didatangi oleh sebuah cahaya yang berwarna putih terang benderang. Dan aku juga merasakan dengan datangnya cahaya putih tersebut, terasa ruangan kamar yang gelap menjadi terang benderang.

Selanjutnya, oleh Master Adi Putra aku dibimbing untuk praktek Latihan Terawangan dengan menggunakan Mata Batin. Pertama aku mecoba untuk menerawang sebuah makam keramat yang ada di Banten.

Ditempat tersebut dalam pengelihatan Mata Batin, aku melihat ada diatas pohon ada sosok mirip Kuntilanak yang sedang duduk ayunan. Kemudian dibawahnya ada sosok Harimau Loreng bertubuh besar serta aku lihat juga ada siluman Buaya.

Berikutnya, latihan terawangan melihat sebuah jembatan angker yang ada di Desaku sendiri. Pada saat aku terawang dengan Mata Batin, terlihat jelas ada sosok Pocong. Kemudian ada juga banyak sosok Kuntilanak yang sedang tertawa diatas jembatan.

Itulah barangkali pengalaman diriku setelah mengikuti Pelatihan Pembangkitan Energi Sejati dengan teknik Jarak Jauh. Dan subhanallah hasilnya sangat luar biasa dan membuatku takjub dengan sosok Master Adi Putra.

Semoga keilmuan yang telah aku dapatkan di Komunitas Tembus Pandang ini bisa berguna dan bermanfaat bagi keluargaku dan bisa aku amalkan unrtuk membantu sesama dalam hal keperluan supranatural, semoga Komunitas Tembus Pandang semakin berjaya.

Informasi dan Pendaftaran Pelatihan Pembangkitan Energi Sejati, Klik DISINI

Kesaksian Peserta Pembangkitan Energi Sejati, FEBRI ( Lampung ), No HP. 081377763644


TEMBUSPANDANG – Ini adalah kesaksian sengkatku setelah mengikuti Pelatihan Pembangkitan Energi Sejati secara JARAK JAUH. Setelah proses pendaftaran siang hari, malam harinya oleh Master Adi Putra aku disuruh untuk bersiap diri mengikuti Pembangkitan Energi Sejati.

Setelah selesai proses pembangkitan yang dilakukan Master Adi Putra, aku langsung dibimbing untuk melakukan latihan Gerak Rasa. Pada saat latihan Gerak Rasa, secara spontan kedua tanganku tiba-tiba bergerak dengan sendirinya persis seperti melakukan gerakan silat.

Saat latihan meditasi Dzikir, pengalaman yang aku dapatkan adalah aku seperti melihat sebuah terowongan yang panjang dan aku lihat terowongan tersebut seperti berputar-putar dan lorong itu seperti tidak bertepi ketika aku telusuri.

Pengalaman lain saat latihan Meditasi Dzikir adalah, aku seperti melihat sebuah perkampungan dialam ghaib namun tidak terlihat penduduknya. Setelah itu aku melihat sebuah tangga yang sangat panjang sekali seperti naik keatas langit.

Dan terkadang, pada waktu latihan Meditasi Dzikir, aku seperti berada disebuah tempat yang ada air terjunya. Juga aku seperti dibawa kesenuah tempat Kerajaan zaman dulu, namun aku sendiri tidak tahu dimana letak tempat Kerajaan tersebut.

Berikutnya adalah pengalalaman saat aku mempraktekan Ilmu Terawangan dengan menggunakan kekuatan mata batin. Waktu itu aku mencoba untuk menerawang dan mendeteksi sebuah Pura yang ada dibelakang rumahku.

Pada saat aku terawang tempat itu, dengan kekuatan mata batin yang telah dibangkitkan oleh Mas Adi Putra, aku melihat di Pura ada sosok makhluk ghaib yaitu sosok Leak, dengan mukanya yang merah serta giginya panjang bertaring dan kuku tanganya sangat panjang.

Itulah barangkali sekelumit tentang kisah pengalamanku setelah mengikuti Pelatihan Pembangkitan Energi Sejati secara JARAK JAUH, semoga keilmuan ini bisa bermanfaat untuk kehidupan dunia akherat serta bisa diamalkan untuk membantu sesama.

Untuk informasi dan Pendaftaran Pelatihan, silahkan Klik DISINI